Cari Blog Ini

Selasa, 09 Juni 2009

DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK NEGARA

RUMITNYA DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk negara yang sulit. Yang pernah berpartisipasi dalam pemilihan anggota Parlemen Federal atau Parlemen Negara Bagian tahu betapa rumitnya demokrasi. Konon, suara kedua lebih penting dari suara pertama. Lalu,kita tahu bahwa di samping mandat, yang ada pula apa yang disebut dengan Überhang dan Ausgleichsmandat (mandat tambahan dan mandat penyeimbang). Selain itu, bagi partai penting sekali untuk melewati klausul 5% demi “kelangsungan hidup” mereka.
Ahli politik Theodor Eschenburg dalam wawancaranya dengan surat kabar ZEIT
menjabarkan mengapa demokrasi itu begitu rumit:
“Jika saya menghendaki kebebasan maka saya harus tahu cara mengorganisirnya. Jika saya tidak lagi menghendaki sistem kerajaan dan kebangsawanan di mana hanya tiga atau empat atau lima orang yang bermufakat, tetapi menghendaki sistem demokrasi, maka itu artinya, mau tidak mau saya harus membangun sistem atau konstruksi yang rumit. Begitu ada lebih dari 100 orang yang berpartisipasi dalam sebuah musyawarah, saya harus mengorganisasikannya.” Dan kesimpulan pentingnya:
“Demokrasi harus benar-benar jelas. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang begitu rumit sehingga orang hanya akan memahaminya jika ia telah dipelajari dengan baik sebelumnya” Jadi, kita harus “menjelaskan” dulu apa itu demokrasi. Karena hanya yang tahu demokrasi dan cara fungsinya sajalah yang akan mengenali nilai demokrasi, mendukungnya serta mengorganisasikannya, dan bahkan mungkin memperjuangkannya


DEMOKRASI ADALAH SEBUAH BUKU DENGAN BANYAK HALAMAN

Apa artinya demokrasi? Ternyata demokrasi tidak hanya rumit tetapi juga memiliki sangat banyak sudut pandang seperti yang ditunjukkan kutipan-kutipan
berikut ini :
1. “Demokrasi adalah kekuasaan rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.” Abraham Lincoln.
2. “Demokrasi berarti ikut campur dalam urusan sendiri” Max Frisch
3. “Demokrasi tidak lain adalah membiarkan orang berbicara dan memiliki kemampuan untuk mendengar.’ Heinrich Brüning

4. “Demokrasi berangkat dari pandangan bahwa melalui adu gagasan pada akhirnya
orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan kenyataan.” Hanry Kissinger
5. “Tentu saja keliru menganggap bahwa dengan demokrasi semua kehendak rakyat dapat dipenuhi. Namun, manakala kita melihat upaya untuk membuat keputusan menyangkut kepentingan yang berbeda tidak lagi dengan pisau dan pistol(baca:kekerasan) melainkan melalui pemungutan suara, maka itu adalah proses yang lebih manusiawi dan beradab.” Robert Musil.
6. “Demokrasi bukan berarti memilih yang terbaik untuk berkuasa dan menjalankan politik yang terbaik, tetapi demokrasi adalah kesempatan untuk meninggalkan pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan” Karl Popper
7. “Demokrasi bertujuan pada partisipasi rakyat dalam membentuk kehendak pemerintah dan pada keleluasaan individu dalam menentukan nasib sendiri yang
seluas mungkin.” Helmut Simon
8. “Dalam demokrasi setiap orang boleh berkata apa yang ia pikirkan – meskipun ia
tidak dapat berpikir.” Peter Bamm
9. “Demokrasi tidak boleh terlalu berlebihan – sehingga dalam keluarga pun harus ada voting siapa yang menjadi bapak.” Willy Brandt
Jadi, demokrasi itu memiliki banyak sudut pandang dan rumit, tapi apa intinya?

DEMOKRASI BERARTI DEMOKRASI PERWAKILAN
Terjemahan kata “demokrasi” yang berasal dari bahasa Yunani itu berarti“kekuasaan rakyat”. Seperti yang termaktub dalam konstitusi negara bagian kita, kekuasaan negara bukan terletak di tangan individu (seperti dalam sistem monarki) atau kelompok (seperti dalam sistem aristokrat), melainkan seluruhnya di tangan rakyat. Dan “seluruh kekuasaan negara berasal dari rakyat”. Demikian disebutkan dalam UUD. “Namun – demikian pertanyaan Bertolt Brecht – “ke mana arah demokrasi itu?”
Ada pandangan yang berangkat dari idealisme penentuan nasib sendiri secara tak terbatas, dan sejalan dengan itu terbentuknya pemerintahan sendiri oleh rakyat. Pandangan ini menyebabkan munculnya istilah demokrasi langsung di mana rakyat menentukan nasib sendiri dan karena itu tidak membutuhkan perwakilan. Namun demokrasi dalam bentuk “murni” langsung ini tidak ada. Karena setiap organisasi – juga sebuah negara – hanya dapat berfungsi jika memiliki pimpinan. Karena itu, rakyat hanya bisa berkuasa jika ada pimpinan. Apabila pimpinan itu tidak ada dan karenanya semua merasa berwenang untuk semua hal, mungkin pada akhirnya tidak ada lagi orang yang bertanggung jawab. Ini khususnya berlaku di negaranegara modern yang memiliki wilayah luas di mana rakyat tidak lagi dapat dikumpulkan di lapangan untuk memberikan suaranya seperti ketika di Athena klasik dulu. Karena itu, sistem demokrasi yang ada sekarang bukanlah demokrasi langsung, melainkan demokrasi tidak langsung, yang artinya demokrasi perwakilan. Seperti yang berlaku di Republik Federal Jerman dan juga di Rheinland-Pfalz.
. Dalam demokrasi perwakilan, kekuasaan negara dijalankan oleh para wakil rakyat yang dipilih rakyat untuk masa jabatan tertentu. Para wakil ini bertanggung jawab terhadap rakyat dan wajib memberikan pertanggungjawaban dan pada akhir masa jabatan dapat dipilih kembali

PEMILU DALAM SISTEM DEMOKRASI PERWAKILAN
Titik tolak demokrasi perwakilan adalah pemilihan wakil rakyat oleh rakyat. Oleh karena itu, hak dasar politik yang paling penting untuk rakyat adalah hak pilih. Hak ini mencakup hak memilih dan dipilih. Yang pertama merupakan hak pilih aktif, sedangkan yang lainnya hak pilih pasif.
Di negara-negara yang tidak menerapkan sistem demokrasi juga diadakan pemilihan. Biasanya orang atau partai yang akan dipilih memperoleh hampir 100% suara. Perbedaan antara pemilihan seperti ini dengan pemilihan dalam sistem demokrasi terletak pada tidak adanya pilihan lain atau alternatif. Dibandingkan dengan negara-negara seperti ini, negara dengan sistem demokrasi memberikan pilihan bagi pemilih alias rakyat dalam arti yang sebenarnya. Yaitu pilihan di antara berbagai partai dan kandidat. Oleh karenanya, dalam negara demokrasi pemilihan
bersifat bebas.

DEMOKRASI PERWAKILAN BERARTI DEMOKRASI KOMUNIKATIF
Ekspresi “kekuasaan rakyat” secara langsung itu tidak hanya berupa pembuatan UU oleh rakyat (plebisit) dan partisipasi warga dalam penentuan keputusan-keputusan politik yang lain. Tapi juga bisa berbentuk LSM-LSM, protes rakyat dan demonstrasi. Ekspresi-ekspresi ini tidak lain daripada bagian dari cikal bakal demokrasi langsung. Faktor yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan berpendapat dan informasi. Kebebasan berpendapat dan informasi memungkinkan setiap individu untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kehendak dan opini publik, dan dengan demikian dapat ‘berdiskusi’ dengan politisi. Intinya ada komunikasi antara politisi dan warga. Dalam konteks ini, demokrasi adalah juga demokrasi komunikatif. Pada satu pihak demokrasi komunikatif menuntut adanya “kelompok partisipasi” yang ikut ambil bagian dalam penentuan kebijakan dan bertanggung jawab; di lain pihak ia membutuhkan anggota parlemen yang memberikan informasi kepada rakyat, yang mengikuti perkembangan dan yang melibatkan rakyat dalam peristiwa politik.
Idealnya komunikasi antara warga dan politisi dapat berupa proses yang terusmenerus. Namun dialog antara kedua pihak seringkali tidak berfungsi. Banyak warga yang tidak punya waktu untuk mengurus masalah yang menyangkut orang banyak. Sementara yang lainnya tidak berminat dan sisanya memilih diam karena mereka tidak didengar dalam urusan partai politik.

TANTANGAN DEMOKRASI PERWAKILAN
Keraguan adalah bagian dari demokrasi, termasuk keraguan terhadap diri sendiri. “Andaikata ada rakyat para dewa, maka mereka akan memerintah secara demokratis. Tapi bentuk negara seperti ini tidak cocok untuk manusia”. Demikian kata Rousseau lebih dari 250 tahun yang lalu, dan Kant kemudian menjelaskan alasannya: “Karena manusia, dengan kecenderungan ego mereka, tidak akan mampu menciptakan bentuk (pemerintahan) yang begitu halus”.
Dengan latar belakang gambaran ini, tidaklah mengherankan apabila setelah tahun1989 yang merupakan tahun kemenangan demokrasi di hampir seluruh dunia itu keraguan akan demokrasi tidak berkurang melainkan meningkat. Muncul pertanyaan yang semakin mendesak, yakni apakah demokrasi mampu mengatasi masalah zaman sekarang seperti pengangguran massal, kejahatan terorganisasi dan terorisme, serta apakah ia mampu menghadapi bahaya yang misalnya timbul dari globalisasi dan perusahaan-perusahaan dunia. Fenomena ini disebut “krisis demokrasi”. Bagi beberapa orang, itu bahkan berarti “akhir demokrasi” ada di depan mata.
Prediksi ini tidak muncul begitu saja. Ia perlu diperhatikan dan dicari solusinya. Ada cukup pendekatan untuk itu. Ada yang mengusulkan diterapkannya “budaya partisipasi masyarakat”, ada yang menginginkan proses plebisit, dan yang lain berupaya untuk mengembangkan demokrasi perwakilan agar mampu beradaptasi dengan masalah yang semakin bertambah. Intinya, mereka ini mengembangkan konsep-konsep baru demokrasi. Salah satunya adalah konsep yang disebut dengan demokrasi multi parlemen (mehrspurige Demokratie). Artinya, satu parlemen yang berwenang untuk semua masalah digantikan dengan beberapa parlemen yang memiliki tugas masing-masing. Komposisi dan masa jabatan anggotanya diatur sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Dengan demikian demokrasi universal digantikan dengan demokrasi terkotak-kotak (Spartendemokrasi). Usul-usul seperti ini, meski sekilas kedengarannya sangat utopis, merupakan ungkapan dari kehendak pengejawantahan demokrasi. Karena tidak ada alternatif terhadap demokrasi ini. Seperti yang dinyatakan Winston Churchill:
“Demokrasi adalah sistem pemerintahan terburuk di dunia – tapi tidak ada yang lebih
baik darinya.”

DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK KEHIDUPAN
Sebagai bentuk negara, demokrasi – seperti telah dibahas sebelumnya – harus menjamin kebebasan rakyat dan keadilan sosial. Tugas ini tidak hanya milik lembaga-lembaga pemerintah, namun rakyat juga harus ikut andil di dalamnya. Karena itulah dalam uraian di atas muncul istilah “warga aktif” (Mitmachgesellschaft).
Tetapi, jika warga hanya mengenal dan menggunakan hak-hak warga negara saja, itu tidak cukup. Mereka harus mempunyai kesempatan untuk melatih dan menerapkan hak-hak demokratis dan kebajikan-kebajikan demokratis, misalnya di sekolah, di universitas, di perusahaan dan di dalam keluarga. Karena itu, demokrasi bukan saja suatu bentuk negara, melainkan juga suatu bentuk kehidupan. Fokus dari sebuah masyarakat demokratis adalah tanggungjawab terhadap diri sendiri dan ikut serta bertanggungjawab – dimana ikut bertanggungjawab dapat dilakukan dalam banyak bentuk, khususnya melalui aktivitas dalam perkumpulan atau organisasi, aktivitas membantu remaja atau melalui kegiatan membantu warga lansia. Jadi, negara demokrasi membutuhkan masyarakat demokratis. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain.
Tanpa ada sistem demokrasi, tidak ada masyarakat demokratis, begitu pula sebaliknya. Karena itu, menjadikan demokrasi sebagai bentuk negara dan kehidupan adalah tugas yang terus menerus dan berkelanjutan. Dan, apa yang dikatakan oleh Benjamin Franklin – setelah kesepakatan konstitusi di Philadelphia – cocok untuk menggambarkan perlunya pemeliharaan demokrasi secara terus menerus: “Kita akan memiliki demokrasi sebagai bentuk negara dan kehidupan jika kita mengenggamnya.



















.”













Read More...

Demokrasi pancasila

PENGERTIAN DEMOKRASI PANCASILA
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi, http://www.wikipedia.org)
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari – oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
- Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
- Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 .
2. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
3. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
4. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
5. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
6. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
7. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
8. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
9. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
10. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
11. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
12. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
13. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
b.Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPRPresiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
2. Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
3. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
4. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
5. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
6. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
7. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
BEBERAPA PERUMUSAN MENGENAI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
2. Bidang Politik dan Konstitusional
a. Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )
b. Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
c. Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
3. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
1. Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan
2. Koperasi
3. Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
4. Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
1. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
3. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
4. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.



DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.
http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_21/ppkn203_07.htm
http://www.wikipedia.org Read More...